Kamis, 16 Januari 2014

sikoanalisa

TEORI DAN PENDEKATAN PSIKOANALISA

I.             PENDAHUALUAN
Salah satu aliran utama dalam psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.[1] Psokoanalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peranan central[2], karena dapat digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan psikis.  Dalam pandangan Sigmund Freud sendiri bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran.
Sesuai dengan alirannya, maka setiap kegiatan konseling diwarnai oleh filsafat dan teori yang dianut oleh kegiatan konseling itu. Begitu pula dengan aliran Psikoanalisa mempunyai cara tersendiri dalam kegiatan konseling atau terapinya.[3] Berikut ini akan dijelaskan mengenai proses konseling dengan pendekatan psikoanalisis.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana pandangan terhadap hakekat manusia dalam psikoanalisa?
B.        Seperti apakah pendekatan psikoanalisa terhadap proses konseling?

III.       PEMBAHASAN
A.       Pandangan tentang Hakekat Manusia
Pandangan Freud terhadap sifat manusia pada dasarnya dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupnnya.
Dinamika Kepribadian menurut Freud teridiri dari id, ego, superego. Id merupakan aspek biologis yang mempunyai energi yang dapat mengaktifkan ego dan superego. Dorongan-dorongan untuk memuaskan hawa nafsu manusia yang bersumber dari id, terkadang dorongan tersebut tidak terkendali dan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga ego terpaksa menekan dorongan-dorongan tersebut. Sedang superego berperan untuk mengatur agar ego tidak bertindak sesuai moral masyarakat. Superego juga berfungsi untuk merintangi dorongan-dorongan id terutama dorongan seksual dan agresivitas yang bertentangan denngan moral dan agama.
Freud yang dipengruhi oleh filsafat determinisme dan positivisme abad XX, menganggap organisme manusia sebagai suatu kompleks sistem energi yang mendapat energy dari makanan.[4] Freud menyebut energy dalam psikis itu sebagai psychic energy. Energy itu dapat berpindah. Atas dasar itu maka energi psikis dapat pindah kepada energi fisiologis dan sebaliknya. Sebagai titik temu energi tubuh dengan kepribadian adalah id. Id mengandung insting yang mendinamiskan kepribadian.
Sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran,  maka sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tidak sadar menjadi disadari. Dari perspektif ini, terapi adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku, dan bagian-bagian yang direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
Selain kesadaran, kecemasan juga menjadi hal yang esensial untuk menggambarkan tentang sifat manusia. Apabila tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung maka ego akan mengandalikan cara-cara yang tidak realistis yaitu tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego. Freud menyakini bahwa  individu yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya.[5]
Berdasarkan dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis tentang hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :
a.       Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasa
b.      Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilaku
c.      Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri melalui     dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahir
d.     Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan
e.       Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis
f.       Pembentukan simptom merupakan bentuk defensif
g.     Apa yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa yang akan datang
h.     Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses terapi.
                                                                                             
Selanjutnya akan diuraikan mengenai insting dan kecemasan, antara lain:
a.       Insting
Insting adalah suatu pernyataan psikologis dari suatu sumber perangsang somatis (badaniah) yang dibawa sejak lahir. Suatu insting merupaka sejumlah energi psikis yang disebut oleh Freud sebagai suatu tuntutan yang membuat manusia bekerja. Freud mengasumsikan ada dua kelompok insting dasar, yakni yang disebutnya dengan istilah Eros dan insting desduktrif.[6] Insting erotik berusaha menggabungkan lebih banyak subtansi hidup manjadi kekuatan-kekuatan yang lebih besar, sedangkan insting kematian menentang suatu usaha dan mengarahkan apa saja hidup kembali kepada keadaan anorganik. Bentuk lain penjabaran insting mati sebagai dorongan agresif, merusak diri, dan dapat diubah menjadi objek pengganti seperti berkelahi dan tawuran. Jadi insting adalah sebuah dorongan yang melekat di dalam kehidupan untuk mengembalikan kepada keadaan sebelumnya.[7]

b.      Kecemasan   
Dorongan untuk pemuasan kebutuhan sebagian besar mengusai dinamika kepribadian individu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut belum tentu bisa tercapai, karena individu sering menghadapi rintangan atau hal yang tidak menyenangkan yang datang dari lingkungan, yaitu kecemasan. Freud mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah keadaan ketidaksenangan tertentu disertai dengan lecutan motorik disepanjang jalan yang pasti. Freud mengemukakan tiga macam kecemasan, yaitu:
-          Kecemasan realistis, yaitu takut akan bahaya yang datang dari luar.
-          Kecemasan neurotis, yaitu kecemasan yang bersumber dari id.
-          Kecemasan moral yang bersumber pada superego, kecemasan ini juga disebut sebagai kecemasan kata hati.
Perkembangan kepribadian individu banyak dipengaruhi oleh pengalaman hidup pada masa kecil. Freud mengatakan bahwa “anak-anak adalah ayah dari manusia”. Perkembangan kepribadian  individu terjadi melalui respon terhadap sumber-sumber ketegangan, yaitu: 1) sumber ketegangan dari proses perkembangan fisiologis; 2) frustasi; 3) konflik; 4) ancaman.
Sebagai akibat dari sumber-sumber ketegangan itu maka individu belajar cara-cara untuk menghilangkan ketegangan, yaitu melalui dua cara identifikasi dan pemindahan objek.

B.        Pendekatan Psikoanalisa Terhadap Proses Konseling
a.       Tujuan Konseling
Tujuan konseling dalam psikoanalisa adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititikberatkan pada usaha konselor agar klien dapat menghayati, mamahami, dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya terutama antara umur 1-5 tahun. Pengalaman-pengalaman tersebut kemudian ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan agar kepribadian klien dapat direkonstruksi kembali. Jadi penekanan konseling adalah pada aspek efektif sebagai pokok pangkal munculnya ketidaksadaran manusia.[8]

b.      Fungsi dan Peran Konselor
Konseling psikoanalisa mempunyai ciri unik dalam proses konselornya, yaitu konselor bersifat anonym artinya konselor berusaha tidak dikenal oleh klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya. Tujuannya adalah agar klien dengan mudah memantulkan persaan kepada klien. Pemantulan itu merupakan proyeksi klien yang menjadi bahan analisis bagi konselor.
Sementara konseli berbicara, konselor berperan mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-tafsiran terhadap informasi konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan proses arti proses kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli mampu mendapatkan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.[9]
Pada tahab awal konseling, konselor membuat suatu hubungan kerja dengan klien, selanjutnya kegiatan konselor adalah mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran terhadap pernyataan klien.
Hal yang penting dalam proses konseling adalah memberikan perhatian terhadap resistensi klien, yaitu suatu keadaan dimana klien melindungi suatu perasaan, trauma, atau kegagalan klien terhadap konselor. Keadaan resistensi konselor ditandai oleh munculnya reaksi dalam bentuk pertahanan diri terhadap interpretasi yang tidak mengenakkan dari konselor.

c.          Pemanfaatn Pengalaman Konseli Dalam Proses Konseling
Konseli harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif, dan melakukan asosiasi bebas dengan mengatakan segala sesuatu yang terlintas dalam pikirannya, karena produksi verbal konseli merupakan esensi dari kegiatan konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus tertentu konseli diminta secara khusus untuk tidak mengubah gaya hidupnya selama proses konseling. Dalam pelaksanaan konseling psikoanalisis, klien menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku baru.

d.         Hubungan konselor dan Konseli
Dalam konseling psikoanalisis terdapat 3 bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu aliansi, transferensi, dan kontratransferensi :
a.       Aliansi  yaitu  sikap klien kepada konselor yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis (merupakan prakondisi untuk terwujudnya keberhasilan konseling).
b.      Transferensi
1)      Pengalihan segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya, yang ditujukan kepada konselor
2)      Merupakan bagian dari hubungan yang sangat penting untuk dianalisis
3)      Membantu klien untuk mencapai pemahaman tentang  bagaimana dirinya telah salah dalam menerima,  menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
c.       Kontratransferensi
Yaitu kondisi dimana konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras dan berasal dari konflik-konfliknya sendiri. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka, atau justru keterikatan atau  keterlibatan yang berlebihan, kondisi ini dapat menghambat kemajuan proses konseling karena konselor akan lebih terfokus pada masalahnya sendiri. Konselor harus menyadari perasaaannya terhadap klien dan mencegah pengaruhnya yang bisa merusak. Konselor diharapkan untuk bersikap relatif obyektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan emosi-emosi kuat lainnya dari konseli.

e.          Teknik dan Prosedur Konseling
Ada lima teknik dasar dari konseling psikoanalisa, yaitu:
1.      Asosiasi Bebas, yaitu klien diupayakan untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang ini, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Tujuan teknik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau, atau biasa disebut dengan ‘katarsis’.
2.      Interpretasi, yaitu teknik yang digunakan untuk manganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan trasferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasi dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan transferesi klien. Tujuannya adalah agar ego klien dapat mencerna materi baru dan mempercepat proses penyadaran.
3.      Analisis mimpi, yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan member kesempatan pada klien untuk memilih masalah-masalah yang belum terpecahkan.
4.      Analisis Resistensi, ditunjukkan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi.
5.      Analisis transferensi. Di sini konselor mengusahakan agar klien mengembangkan tranferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar terungkap tranferensi tersebut.

IV.       KESIMPULAN
Bila dilihat dengan pendekatan psikoanalisa, sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah kepribadian. Selain itu, perkembangan kerpibadian pada individu juga dipengaruhi oleh insting dan kecemasan-kecemasan sehingga dimungkinkan bisa menghambat perkembangan pada diri individu. Dengan pendekatan psikoanalisa, diharapkan proses konseling bisa membantu individu untuk bisa membentuk kembali struktur kepribadiannya dengan jalan mengembalikan hal yang tak sadar menjadi sadar kembali.

V.          PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampikan. Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah  ini masih ada kesalahan dan kekurangan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Amin......



[1]Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Erresco, 1988), hal. 13.
[2]Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1979), hal. Xii.
[3]Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 61.
[4]Ibid, hal. 58.  
[5]http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html
[6]Ricard Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 38.
[7]Ibid, hal. 38.   
[8]Sofyan, Loc.cit, hal. 61.  
[9]http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar