TEORI DAN PENDEKATAN PSIKOANALISA
I.
PENDAHUALUAN
Salah satu aliran utama dalam psikologi adalah teori psikoanalitik
Sigmund Freud. Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian,
filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.[1] Psokoanalisa
merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan
peranan central[2],
karena dapat digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan psikis.
Dalam pandangan Sigmund Freud sendiri
bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran.
Sesuai dengan alirannya, maka setiap kegiatan konseling diwarnai
oleh filsafat dan teori yang dianut oleh kegiatan konseling itu. Begitu pula
dengan aliran Psikoanalisa mempunyai cara tersendiri dalam kegiatan konseling
atau terapinya.[3]
Berikut ini akan dijelaskan mengenai proses konseling dengan pendekatan
psikoanalisis.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana pandangan terhadap hakekat manusia dalam psikoanalisa?
B.
Seperti apakah pendekatan psikoanalisa terhadap proses konseling?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pandangan tentang Hakekat Manusia
Pandangan Freud terhadap sifat manusia pada dasarnya dideterminasi
oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar,
kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh
peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari
kehidupnnya.
Dinamika Kepribadian menurut Freud teridiri dari id, ego,
superego. Id merupakan aspek biologis yang mempunyai energi yang
dapat mengaktifkan ego dan superego. Dorongan-dorongan untuk
memuaskan hawa nafsu manusia yang bersumber dari id, terkadang dorongan
tersebut tidak terkendali dan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga ego
terpaksa menekan dorongan-dorongan tersebut. Sedang superego berperan
untuk mengatur agar ego tidak bertindak sesuai moral masyarakat. Superego
juga berfungsi untuk merintangi dorongan-dorongan id terutama dorongan seksual dan
agresivitas yang bertentangan denngan moral dan agama.
Freud yang dipengruhi oleh filsafat determinisme dan positivisme
abad XX, menganggap organisme manusia sebagai suatu kompleks sistem energi yang
mendapat energy dari makanan.[4]
Freud menyebut energy dalam psikis itu sebagai psychic energy. Energy
itu dapat berpindah. Atas dasar itu maka energi psikis dapat pindah kepada
energi fisiologis dan sebaliknya. Sebagai titik temu energi tubuh dengan
kepribadian adalah id. Id mengandung insting yang mendinamiskan
kepribadian.
Sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan
ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah laku dan
masalah kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar fungsi
psikologis terletak di luar kawasan kesadaran, maka sasaran terapi
psikoanalitik adalah membuat motif-motif tidak sadar menjadi disadari. Dari
perspektif ini, terapi adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab
tingkah laku, dan bagian-bagian yang direpresi yang menghalangi fungsi
psikologis yang sehat.
Selain kesadaran, kecemasan juga menjadi hal yang esensial untuk
menggambarkan tentang sifat manusia. Apabila tidak dapat mengendalikan
kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung maka ego akan mengandalikan cara-cara yang tidak realistis yaitu tingkah laku yang
berorientasi pada pertahanan ego. Freud menyakini bahwa individu
yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya.[5]
Berdasarkan
dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis tentang
hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :
a.
Pengalaman masa
kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasa
b.
Proses mental
yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilaku
c. Pada dasarnya
manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresivitasnya
sejak lahir
d. Secara umum
perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan
mencari kenikmatan
e.
Kegagalan dalam
pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis
f.
Pembentukan
simptom merupakan bentuk defensif
g. Apa yang
terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di masa lampaunya
dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa yang akan datang
h. Latihan
pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa
dan diulangi dalam transferensi selama proses terapi.
Selanjutnya akan diuraikan mengenai insting dan kecemasan, antara
lain:
a.
Insting
Insting adalah suatu pernyataan psikologis dari suatu sumber
perangsang somatis (badaniah) yang dibawa sejak lahir. Suatu insting merupaka
sejumlah energi psikis yang disebut oleh Freud sebagai suatu tuntutan yang
membuat manusia bekerja. Freud mengasumsikan ada dua kelompok insting dasar,
yakni yang disebutnya dengan istilah Eros dan insting desduktrif.[6]
Insting erotik berusaha menggabungkan lebih banyak subtansi hidup manjadi kekuatan-kekuatan
yang lebih besar, sedangkan insting kematian menentang suatu usaha dan
mengarahkan apa saja hidup kembali kepada keadaan anorganik. Bentuk lain
penjabaran insting mati sebagai dorongan agresif, merusak diri, dan dapat
diubah menjadi objek pengganti seperti berkelahi dan tawuran. Jadi insting
adalah sebuah dorongan yang melekat di dalam kehidupan untuk mengembalikan
kepada keadaan sebelumnya.[7]
b.
Kecemasan
Dorongan untuk pemuasan kebutuhan sebagian besar mengusai dinamika
kepribadian individu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut belum tentu bisa
tercapai, karena individu sering menghadapi rintangan atau hal yang tidak
menyenangkan yang datang dari lingkungan, yaitu kecemasan. Freud mendefinisikan
kecemasan sebagai sebuah keadaan ketidaksenangan tertentu disertai dengan
lecutan motorik disepanjang jalan yang pasti. Freud mengemukakan tiga macam
kecemasan, yaitu:
-
Kecemasan realistis, yaitu takut akan bahaya yang datang dari luar.
-
Kecemasan neurotis, yaitu kecemasan yang bersumber dari id.
-
Kecemasan moral yang bersumber pada superego, kecemasan ini juga
disebut sebagai kecemasan kata hati.
Perkembangan kepribadian individu banyak dipengaruhi oleh
pengalaman hidup pada masa kecil. Freud mengatakan bahwa “anak-anak adalah ayah
dari manusia”. Perkembangan kepribadian
individu terjadi melalui respon terhadap sumber-sumber ketegangan,
yaitu: 1) sumber ketegangan dari proses perkembangan fisiologis; 2) frustasi;
3) konflik; 4) ancaman.
Sebagai akibat dari sumber-sumber ketegangan itu maka individu
belajar cara-cara untuk menghilangkan ketegangan, yaitu melalui dua cara
identifikasi dan pemindahan objek.
B.
Pendekatan Psikoanalisa Terhadap Proses Konseling
a.
Tujuan Konseling
Tujuan konseling dalam psikoanalisa adalah untuk membentuk kembali
struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari
menjadi sadar kembali. Proses konseling dititikberatkan pada usaha konselor
agar klien dapat menghayati, mamahami, dan mengenal pengalaman-pengalaman masa
kecilnya terutama antara umur 1-5 tahun. Pengalaman-pengalaman tersebut
kemudian ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan agar
kepribadian klien dapat direkonstruksi kembali. Jadi penekanan konseling adalah
pada aspek efektif sebagai pokok pangkal munculnya ketidaksadaran manusia.[8]
b.
Fungsi dan Peran Konselor
Konseling psikoanalisa mempunyai ciri unik dalam proses
konselornya, yaitu konselor bersifat anonym artinya konselor berusaha tidak
dikenal oleh klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan
pengalamannya. Tujuannya adalah agar klien dengan mudah memantulkan persaan
kepada klien. Pemantulan itu merupakan proyeksi klien yang menjadi bahan
analisis bagi konselor.
Sementara konseli berbicara, konselor berperan
mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-tafsiran terhadap informasi
konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari
konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan proses arti proses
kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya sendiri,
mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli mampu
mendapatkan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.[9]
Pada tahab awal konseling, konselor membuat suatu hubungan kerja
dengan klien, selanjutnya kegiatan konselor adalah mendengarkan dan kemudian
memberikan tafsiran terhadap pernyataan klien.
Hal yang penting dalam proses konseling adalah memberikan perhatian
terhadap resistensi klien, yaitu suatu keadaan dimana klien melindungi suatu
perasaan, trauma, atau kegagalan klien terhadap konselor. Keadaan resistensi
konselor ditandai oleh munculnya reaksi dalam bentuk pertahanan diri terhadap
interpretasi yang tidak mengenakkan dari konselor.
c.
Pemanfaatn Pengalaman Konseli Dalam Proses Konseling
Konseli harus bersedia terlibat dalam proses
konseling secara intensif, dan melakukan asosiasi bebas dengan mengatakan
segala sesuatu yang terlintas dalam pikirannya, karena produksi verbal konseli
merupakan esensi dari kegiatan konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus
tertentu konseli diminta secara khusus untuk tidak mengubah gaya hidupnya
selama proses konseling. Dalam pelaksanaan konseling psikoanalisis, klien
menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan
diri untuk membangun tingkah laku baru.
d.
Hubungan konselor dan Konseli
Dalam konseling psikoanalisis
terdapat 3
bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu aliansi, transferensi, dan
kontratransferensi :
a. Aliansi yaitu sikap klien kepada konselor
yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis (merupakan prakondisi
untuk terwujudnya keberhasilan konseling).
b. Transferensi
1)
Pengalihan
segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya, yang ditujukan kepada konselor
2) Merupakan bagian dari hubungan yang
sangat penting untuk dianalisis
3)
Membantu
klien untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah
dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat
ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
c.
Kontratransferensi
Yaitu kondisi dimana konselor
mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras dan berasal dari
konflik-konfliknya sendiri. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak
suka, atau justru keterikatan atau keterlibatan yang berlebihan, kondisi
ini dapat menghambat kemajuan proses konseling karena konselor akan lebih
terfokus pada masalahnya sendiri. Konselor harus menyadari perasaaannya
terhadap klien dan mencegah pengaruhnya yang bisa merusak. Konselor diharapkan
untuk bersikap relatif obyektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan,
kritik, dan emosi-emosi kuat lainnya dari konseli.
e.
Teknik dan Prosedur Konseling
Ada
lima teknik dasar dari konseling psikoanalisa, yaitu:
1.
Asosiasi Bebas, yaitu klien diupayakan untuk menjernihkan atau
mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari
sekarang ini, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya.
Tujuan teknik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan
menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa
lampau, atau biasa disebut dengan ‘katarsis’.
2.
Interpretasi, yaitu teknik yang digunakan untuk manganalisis
asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan trasferensi klien. Konselor menetapkan,
menjelaskan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang
termanifestasi dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan transferesi klien.
Tujuannya adalah agar ego klien dapat mencerna materi baru dan mempercepat
proses penyadaran.
3.
Analisis mimpi, yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang tak
disadari dan member kesempatan pada klien untuk memilih masalah-masalah yang
belum terpecahkan.
4.
Analisis Resistensi, ditunjukkan untuk menyadarkan klien terhadap
alasan-alasan terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk
menafsirkan resistensi.
5.
Analisis transferensi. Di sini konselor mengusahakan agar klien
mengembangkan tranferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia
selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat netral,
objektif, anonim, dan pasif agar terungkap tranferensi tersebut.
IV.
KESIMPULAN
Bila dilihat dengan pendekatan psikoanalisa, sumbangan terbesar Freud adalah
konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan dasar atau
kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah kepribadian. Selain itu, perkembangan
kerpibadian pada individu juga dipengaruhi oleh insting dan kecemasan-kecemasan
sehingga dimungkinkan bisa menghambat perkembangan pada diri individu. Dengan
pendekatan psikoanalisa, diharapkan proses konseling bisa membantu individu
untuk bisa membentuk kembali struktur kepribadiannya dengan jalan mengembalikan
hal yang tak sadar menjadi sadar kembali.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah
sampikan. Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kesalahan dan kekurangan. Untuk
itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Amin......
[1]Gerald
Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT
Erresco, 1988), hal. 13.
[2]Sigmund
Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, (Jakarta: PT. Gramedia,
1979), hal. Xii.
[3]Sofyan
S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta,
2004), hal. 61.
[5]http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html
[6]Ricard
Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), hal. 38.
[8]Sofyan,
Loc.cit, hal. 61.
[9]http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar