KEMUDAHAN DALAM BERDAKWAH
(SUARAT AL-A'RAF
AYAT: 199-200)
I. PENDAHULUAN
Ada berbagai macam metode
yang telah Rasulullah ajarkan kepada umatnya, salah satunya menggunakan metode
yang menyejukkan. Diantara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah
dalam berdakwah yaitu mempermudah tidak mempersulit serta meringankan tidak
memberatkan. Begitu
melimpah nash al-Qur'an maupun teks as-Sunnah yang memberikan isyarat bahwa
memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit.[1]
Melalui surat al-A'raf
ayat 199-200, bahwa ayat ini membicarakan tentang kepribadian Rasulullah.
Digariskan cara beliau bermu'amalah dengan sesamanya, sehingga beliau terhindar
dari perasaan terhimpit oleh sikap orang-orang pada zaman dahulu terhadap diri
Rasul dan dakwahnya.[2] Maka
kemudian dalam ayat ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam
menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi pengaruh setan.
II. TAFSIR
DAN TERJEMAHANNYA
Terjemah: "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang
bodoh (199). Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (200)."
III. TAFSIR MUFRODAT
Ayat 199:
- : artinya mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan.
- :
sama dengan kata yakni sesuatu yang
dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat.[3] itu sendiri artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati.
Ayat 200:
- : serasi dengan
artinya menusuk tubuh dengan ujung sesuatu yang runcing, seperti
jarum, tombak, atau besi pada tumit sepatu penunggang kuda.
IV. ASBABUN
NUZUL
(Tidak Ada)
V. PENGERTIAN SECARA GLOBAL
Setelah
Allah menegaskan bahwa Dialah yang akan menjamin keselamatan Rasul dan
membelanya, dan bahwa berhala-berhala dan para penyembah-penyembahnya itu takkan
kuasa apa-apa untuk menganiaya beliau atau memberi bahaya kepada beliau, maka
pada ayat ini Allah menerangkan dengan cara yang sebaik-baiknya jalan yang
lurus dalam menghadapi dan menggauli manusia.[5]
Maka
kemudian dalam ayat ini, Allah juga memberikan pedoman-pedoman untuk Rasul
untuk menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi pengaruh setan.[6] Kemudian
Allah menerangkan tentang cara yang terbaik dalam bergaul sesama manusia, yang
kalau mereka mau meaksanakan petunjuk yang diajarkan itu, maka tak ada
kerusakan yang akan menembus hati mereka.
VI. PENJELASAN
a. Ayat Lain
Pada ayat ini, Allah Ta'ala memerintahkan Nabi-Nya untuk melaksanakan tiga
perkara yang semuanya merupakan dasar-dasar umum syari'at, baik menyangkut soal
tata kesopanan jiwa atau hukum-hukum amaliah.
Maksud dari ayat ini ialah, diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan
orang, akhlak mereka dan apapun yang datang dari mereka, ambillah yang
menurutmu mudah dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut
mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu.
Sebagaimana yang difirmankan Allah:
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Selain itu, dalam surat al-A’raf ini juga
menyuruh supaya diterapkan moral yang agung yang merupakan arahan dan perintah
kepada setiap orang yang menggantikannya di dalam berrdakwah. Rasul disuruh
supaya berlemah lembut dan meninggalkan sikap kasar dan keras, sebagaimana
firman Allah:
Artinya: “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
Surat ini juga memberi petunjuk kepada Rasul supaya menyuruh dengan cara
yang baik, sesuai dengan akal dan syara’, juga memerintahkan supaya dia
berpaling dari orang-orang yang bersikap membabi buta dan menampakkan kebodohan
mereka serta menyakiti.[7] Sikap
seperti ini telah dilakukan oleh kaum Rabbaniyyin dalam QS. Al-Furqan:
72:
Artinya: “Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan diri.”
Selain itu, ayat ini juga menyruh pada yang ma’ruf. Tidak diragukan bahwa
suruhan ini didasarkan pada pertimbangan perbuatan kebiasaan yang baik pada
umat, dan hal-hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan
mereka. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 41:
Artinya: “Yaitu orang-orang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar.”
Dan jika setan membangkitkan nafsu yang ada
padamu untuk melakukan kejahatan dan kerusakan, baik karena amarah atau
syahwat, sehingga membuat kamu terpengaruh lalu bergerak unutk melakukannya.
Bila setan berlaku demikian maka berlindunglah kepada Allah dan hadapkanlah
hatimu kepada-Nya, agar Dia melindungimu dari kejahatan godaan ini, sehingga
setan takkan berhasil membawamu melakukan kejahatan yang membuatmu bimbang.
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 98-99:
Artinya: “Apabila kamu membaca al-Qur’an, maka hendakah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu
tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada
Tuhan-Nya.”
b. Hadits
Nabi Saw
bertanya kepada Jibril as:
Artinya: “Apakah ini ya Jibril? Jawab Jibril: “Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan kamu agar memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadapmu, memberi
kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu, menghubungkan tali silaturahmi
kepada orang yang memutuskannya.”
Dalam shohih Bukhori disebutkan ketika Rasul mengutus sahabatnya (untuk
berdakwah):
Artinya: “Mudahkan jangan kalian mempersulit, berikan kabar gembira,
jangan buat mereka lari.”
Selanjutnya dijelaskan dalam sebuah syair yang berbunyi:
Bersikap mudahlah engkau, suruhlah pada yang ma’ruf
seperti yang diperintahkan padamu, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.
Bicaralah yang lunak kepada siapa jua, bersikap lunak itulah yang paling
utama
Terhadap orang yang punya wibawa.[8]
Bahwa diantara tata krama dan prinsip-prinsip agama ialah kemudahan,
menghindari kesulitan dan memberatkan. Dan benarlah berita bahwa Rasulullah
apabila harus memilih antara dua perkara, maka yang beliau pilih pasti yang
lebih mudah.
Dari Sayyidatina Aisyah ra. Beliau berkata: “Rasulullah tidak pernah
memilih antara dua perkara sama sekali melainkan memilih yang paling mudah
diantara keduanya, selama tidak berdosa. Tetapi jika ada dosa ketika memilih
yang mudah maka Rasulullah adalah paling jauh darinya.” (HR. Bukhori).
Rasulullah juga bersabda: “Sebaik-baiknya agamamu adalah agama yang yang
paling memberikan kemudahan. Agama-agama yang dusukai Allah adalah agama yang
hanafiah samhah”
c. Pendapat
Ulama
Sementara ulama ada yang mengatakan, Ayat ini benar-benar memuat pokok-pokok
asasi syari’at. Maka tak ada satu kebaikan pun dalam syari’at yang tidak
tercakup dalam ayat ini dan tidak ada satu keutamaan pun kecuali telah
diterangkannya. Kata-kata
adalah isyarat agar bersikap lunak dan jangan membuat kesulitan, baik
dalam mengambil, memberi, atau pada semua urusan pembebanan. Sedang
kata-kata adalah mencakup semua
hal yang diperintahkan dan yang terlarang. Bahwa kedua hal ini, yang dimaksud
ialah segala yang telah diketahui hukumnya dalam syari’at, dan hati siapa pun
secara sepakat mengerti hal itu. Adapun kata-kata adalah suruhan agar dengan
sabar bersikap pemaaf, yaitu suatu sikap yang akan mendatangkan kepada
keinginan hatinya seseorang sendiri atau orang lain.
Sedang dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan: sebagian ulama berpendapat
bahwa manusia ada dua macam, yaitu seorang yang baik budi, maka terimalah budi
kebaikannya, dan jangan memaksakannya diluar kemampuannya. Dan orng jahat, maka
yang ini dianjurkan pada yang baik tetapi apabila ia tetap merajalela dalam
kejahatannya, maka abaikanlah ia. (526: 1986).
Dilain ayat Allah menyuruh kaum Muslimin supaya menolak kejahatan orang
dengan cara yang baik, kemungkinan orang yang tadinya memusuhimu akan berubah
menjadi kawan yang akrab. Tetapi apabila anda dibisiki dan diganggu oleh setan,
maka segeralah anda berlindung kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha
Mendengar dan lagi Mengetahui.[9]
d. Tafsir Lain
Dalam tafsir yang telah diterbitkan oleh UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (683-685,
1995), menjelaskan surat al-A’raf ayat 199 bahwa dalam ayat ini Allah
memerintahkan Rasul-Nya berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan
hukum, diataranya adalah:
1.
Sikap pemaaf,
2.
Menyuruh manusia berbuat ma’ruf, dan
3.
Menjauhkan diri dari orang-orang yang jahil.
Sedang dalam ayat 200, Allah menjelaskan tetntang kemungkinan Nabi Muhammad
saw digoda setan, lalu dia tidak dapat melaksanakan prinsip di atas. Oleh
karena itu Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar selalu memohonkan
perlindungan kepada Allah jika golongan setan datang, dengan membaca ta’awwuz
denga hati yang ikhlas maka Allah akan mengusir setan dari dirinya, yaitu:
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk.”
Dalam tafsir al-Mishbah dijelaskan, bahwa setelah ayat-ayat yang lalu
mengecam dengan keras kaum musyrikin dan sembahan mereka, maka kini tiba
tuntunan kepada Rasul saw dan umatnya tentang bagaimana menghadapi mereka lebih
lanjut agar kebejatan dan keburukan mereka dapat dihindari. Ayat ini berpesan:
Hai Nabi Muhammad saw. Ambillah maaf, yakni jadilah pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang jahil.
Kemudian Rasul dan umatnya diingatkan dengan menggunakan redaksi yang
mengandung penekanan-penekanan bahwa dan jika engkau benar-benar dibisikkan,
yakni dirayu dengan halus dan tipu daya oleh setan dengan satu bisikan
untuk meninggalkan apa yang dianjurkan kepadamu tadi, misalnya mendorongmu
secara halus untuk marah maka mohonlah perlindungan kepada Allah, dengan
demikian Allah akan mengusir bisikan dan godaan itu serta melindungimu karena sesungguhnya
Dia Maha mendengar termasuk mendengar permohonanmu lagi Maha Mengetahui
apa yang engkau dambakan dan apa yang direncanakan oleh setan. (351-354, 2002).
VII. KESIMPULAN
Melihat penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode berdakwah salah satunya dengan menggunakan cara yang yang
menyejukkan yaitu dengan kemudahan, sesungguhnya Allah menghendaki yang mudah
dan tidak suka mempersulit. Adapun tiga dasar umum dalam pengembangan agama
Islam yakni:
1.
Sikap pemaaf dan memudahkan serta menghindarkan hal-hal yang merugikan
umat.
2.
Mengindahkan tradisi masyarakat dalam batas selama tidak bertentangan
dengan ketentuan syari’at serta mengajak pada yang ma’ruf.
3.
Menghindarkan permusuhan dengan bijak sana, terhadap orang-orang jahil
(kasar).
Dan
ingatlah, sesungguhnya mengingat Allah dan berdo’a kepada-Nya dengan sepenuh
hati niscaya kita selalu dalam lindungan-Nya dan dijauhkan dari godaan setan
terutama ketika kita dalam menjalankan perintah-perintah Allah (berdakwah)
supaya terhindar dari perbuatan yang jahat.
VIII. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampikan. Pemakalah
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua.
Amin....
[1]M. Munir, Metode
Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 53.
[2]Mahmud Syaltut, Tafsir
al-Qur'anul Karim (Pendekatan Syaltut dalam Menggali Esensi
Al-Qur’an) juz 3, (Bandung: CV. Diponegoro, 1990), hal. 900.
[3]M. Quraish Shihab,
Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hal. 353.
[6] AF. Junaidi, dkk, Al-Qur’an dan
Tafsirnya Juz 9, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal. 683.
[9]Salim Bahreisy dan Said Bahreisy,
Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1986), hal. 526.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar