Kamis, 16 Januari 2014

Tafsir Dakwah

KEMUDAHAN DALAM BERDAKWAH
(SUARAT AL-A'RAF AYAT: 199-200)

I.      PENDAHULUAN
Ada berbagai macam metode yang telah Rasulullah ajarkan kepada umatnya, salah satunya menggunakan metode yang menyejukkan. Diantara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam berdakwah yaitu mempermudah tidak mempersulit serta meringankan tidak memberatkan. Begitu melimpah nash al-Qur'an maupun teks as-Sunnah yang memberikan isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit.[1]
Melalui surat al-A'raf ayat 199-200, bahwa ayat ini membicarakan tentang kepribadian Rasulullah. Digariskan cara beliau bermu'amalah dengan sesamanya, sehingga beliau terhindar dari perasaan terhimpit oleh sikap orang-orang pada zaman dahulu terhadap diri Rasul dan dakwahnya.[2] Maka kemudian dalam ayat ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi pengaruh setan.

II.    TAFSIR DAN TERJEMAHANNYA



Terjemah: "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh (199). Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (200)."

III.   TAFSIR MUFRODAT
Ayat 199:
-                                                                       : artinya mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan.
-                                         : sama dengan kata      yakni sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat.[3]      itu sendiri artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati.  
Ayat 200:
-                                               : serasi dengan                                   
                     artinya menusuk tubuh dengan ujung sesuatu yang runcing, seperti jarum, tombak, atau besi pada tumit sepatu penunggang kuda.
-                                         : berlindung kepada Allah supaya Dia memelihara kamu dari   keburukan godaan setan tersebut.[4]

IV.   ASBABUN NUZUL
        (Tidak Ada)

V.     PENGERTIAN SECARA GLOBAL
Setelah Allah menegaskan bahwa Dialah yang akan menjamin keselamatan Rasul dan membelanya, dan bahwa berhala-berhala dan para penyembah-penyembahnya itu takkan kuasa apa-apa untuk menganiaya beliau atau memberi bahaya kepada beliau, maka pada ayat ini Allah menerangkan dengan cara yang sebaik-baiknya jalan yang lurus dalam menghadapi dan menggauli manusia.[5]
Maka kemudian dalam ayat ini, Allah juga memberikan pedoman-pedoman untuk Rasul untuk menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi pengaruh setan.[6] Kemudian Allah menerangkan tentang cara yang terbaik dalam bergaul sesama manusia, yang kalau mereka mau meaksanakan petunjuk yang diajarkan itu, maka tak ada kerusakan yang akan menembus hati mereka.


VI. PENJELASAN
a.   Ayat Lain


Pada ayat ini, Allah Ta'ala memerintahkan Nabi-Nya untuk melaksanakan tiga perkara yang semuanya merupakan dasar-dasar umum syari'at, baik menyangkut soal tata kesopanan jiwa atau hukum-hukum amaliah.
Maksud dari ayat ini ialah, diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang, akhlak mereka dan apapun yang datang dari mereka, ambillah yang menurutmu mudah dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu. Sebagaimana yang difirmankan Allah:


Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

     Selain itu, dalam surat al-A’raf ini juga menyuruh supaya diterapkan moral yang agung yang merupakan arahan dan perintah kepada setiap orang yang menggantikannya di dalam berrdakwah. Rasul disuruh supaya berlemah lembut dan meninggalkan sikap kasar dan keras, sebagaimana firman Allah:


Artinya: “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Surat ini juga memberi petunjuk kepada Rasul supaya menyuruh dengan cara yang baik, sesuai dengan akal dan syara’, juga memerintahkan supaya dia berpaling dari orang-orang yang bersikap membabi buta dan menampakkan kebodohan mereka serta menyakiti.[7] Sikap seperti ini telah dilakukan oleh kaum Rabbaniyyin dalam QS. Al-Furqan: 72:

Artinya: “Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan diri.

Selain itu, ayat ini juga menyruh pada yang ma’ruf. Tidak diragukan bahwa suruhan ini didasarkan pada pertimbangan perbuatan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal-hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 41:


Artinya: “Yaitu orang-orang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar.

     Dan jika setan membangkitkan nafsu yang ada padamu untuk melakukan kejahatan dan kerusakan, baik karena amarah atau syahwat, sehingga membuat kamu terpengaruh lalu bergerak unutk melakukannya. Bila setan berlaku demikian maka berlindunglah kepada Allah dan hadapkanlah hatimu kepada-Nya, agar Dia melindungimu dari kejahatan godaan ini, sehingga setan takkan berhasil membawamu melakukan kejahatan yang membuatmu bimbang. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 98-99:




Artinya: “Apabila kamu membaca al-Qur’an, maka hendakah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan-Nya.

b.  Hadits
Nabi Saw bertanya kepada Jibril as:



Artinya: “Apakah ini ya Jibril? Jawab Jibril: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu agar memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadapmu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu, menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.

Dalam shohih Bukhori disebutkan ketika Rasul mengutus sahabatnya (untuk berdakwah):
           

Artinya: “Mudahkan jangan kalian mempersulit, berikan kabar gembira, jangan buat mereka lari.
Selanjutnya dijelaskan dalam sebuah syair yang berbunyi:




Bersikap mudahlah engkau, suruhlah pada yang ma’ruf
seperti yang diperintahkan padamu, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.
Bicaralah yang lunak kepada siapa jua, bersikap lunak itulah yang paling utama
Terhadap orang yang punya wibawa.[8]
Bahwa diantara tata krama dan prinsip-prinsip agama ialah kemudahan, menghindari kesulitan dan memberatkan. Dan benarlah berita bahwa Rasulullah apabila harus memilih antara dua perkara, maka yang beliau pilih pasti yang lebih mudah.
Dari Sayyidatina Aisyah ra. Beliau berkata: “Rasulullah tidak pernah memilih antara dua perkara sama sekali melainkan memilih yang paling mudah diantara keduanya, selama tidak berdosa. Tetapi jika ada dosa ketika memilih yang mudah maka Rasulullah adalah paling jauh darinya.” (HR. Bukhori).
Rasulullah juga bersabda: “Sebaik-baiknya agamamu adalah agama yang yang paling memberikan kemudahan. Agama-agama yang dusukai Allah adalah agama yang hanafiah samhah

c.  Pendapat Ulama
Sementara ulama ada yang mengatakan, Ayat ini benar-benar memuat pokok-pokok asasi syari’at. Maka tak ada satu kebaikan pun dalam syari’at yang tidak tercakup dalam ayat ini dan tidak ada satu keutamaan pun kecuali telah diterangkannya. Kata-kata              adalah isyarat agar bersikap lunak dan jangan membuat kesulitan, baik dalam mengambil, memberi, atau pada semua urusan pembebanan. Sedang kata-kata           adalah mencakup semua hal yang diperintahkan dan yang terlarang. Bahwa kedua hal ini, yang dimaksud ialah segala yang telah diketahui hukumnya dalam syari’at, dan hati siapa pun secara sepakat mengerti hal itu. Adapun kata-kata                  adalah suruhan agar dengan sabar bersikap pemaaf, yaitu suatu sikap yang akan mendatangkan kepada keinginan hatinya seseorang sendiri atau orang lain.
Sedang dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan: sebagian ulama berpendapat bahwa manusia ada dua macam, yaitu seorang yang baik budi, maka terimalah budi kebaikannya, dan jangan memaksakannya diluar kemampuannya. Dan orng jahat, maka yang ini dianjurkan pada yang baik tetapi apabila ia tetap merajalela dalam kejahatannya, maka abaikanlah ia. (526: 1986).
Dilain ayat Allah menyuruh kaum Muslimin supaya menolak kejahatan orang dengan cara yang baik, kemungkinan orang yang tadinya memusuhimu akan berubah menjadi kawan yang akrab. Tetapi apabila anda dibisiki dan diganggu oleh setan, maka segeralah anda berlindung kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar dan lagi Mengetahui.[9]
d.  Tafsir Lain
Dalam tafsir yang telah diterbitkan oleh UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (683-685, 1995), menjelaskan surat al-A’raf ayat 199 bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan hukum, diataranya adalah:
1.      Sikap pemaaf,
2.      Menyuruh manusia berbuat ma’ruf, dan
3.      Menjauhkan diri dari orang-orang yang jahil.

Sedang dalam ayat 200, Allah menjelaskan tetntang kemungkinan Nabi Muhammad saw digoda setan, lalu dia tidak dapat melaksanakan prinsip di atas. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar selalu memohonkan perlindungan kepada Allah jika golongan setan datang, dengan membaca ta’awwuz denga hati yang ikhlas maka Allah akan mengusir setan dari dirinya, yaitu:
           

            Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Dalam tafsir al-Mishbah dijelaskan, bahwa setelah ayat-ayat yang lalu mengecam dengan keras kaum musyrikin dan sembahan mereka, maka kini tiba tuntunan kepada Rasul saw dan umatnya tentang bagaimana menghadapi mereka lebih lanjut agar kebejatan dan keburukan mereka dapat dihindari. Ayat ini berpesan: Hai Nabi Muhammad saw. Ambillah maaf, yakni jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang jahil.
Kemudian Rasul dan umatnya diingatkan dengan menggunakan redaksi yang mengandung penekanan-penekanan bahwa dan jika engkau benar-benar dibisikkan, yakni dirayu dengan halus dan tipu daya oleh setan dengan satu bisikan untuk meninggalkan apa yang dianjurkan kepadamu tadi, misalnya mendorongmu secara halus untuk marah maka mohonlah perlindungan kepada Allah, dengan demikian Allah akan mengusir bisikan dan godaan itu serta melindungimu karena sesungguhnya Dia Maha mendengar termasuk mendengar permohonanmu lagi Maha Mengetahui apa yang engkau dambakan dan apa yang direncanakan oleh setan. (351-354, 2002).
 
VII. KESIMPULAN
                    Melihat penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode berdakwah salah satunya dengan menggunakan cara yang yang menyejukkan yaitu dengan kemudahan, sesungguhnya Allah menghendaki yang mudah dan tidak suka mempersulit. Adapun tiga dasar umum dalam pengembangan agama Islam yakni:
1.             Sikap pemaaf dan memudahkan serta menghindarkan hal-hal yang merugikan umat.
2.        Mengindahkan tradisi masyarakat dalam batas selama tidak bertentangan dengan ketentuan syari’at serta mengajak pada yang ma’ruf.
3.        Menghindarkan permusuhan dengan bijak sana, terhadap orang-orang jahil (kasar).

Dan ingatlah, sesungguhnya mengingat Allah dan berdo’a kepada-Nya dengan sepenuh hati niscaya kita selalu dalam lindungan-Nya dan dijauhkan dari godaan setan terutama ketika kita dalam menjalankan perintah-perintah Allah (berdakwah) supaya terhindar dari perbuatan yang jahat.

VIII. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampikan. Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kesalahan dan kekurangan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Amin....




[1]M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 53.
[2]Mahmud Syaltut, Tafsir al-Qur'anul Karim (Pendekatan Syaltut dalam Menggali Esensi Al-Qur’an) juz 3, (Bandung: CV. Diponegoro, 1990), hal. 900.
[3]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 353.
[4]Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy juz 9, (Semarang: Tohaputra, 1974), hal. 285.
[5]Loc.cit, hal. 285. 
[6] AF. Junaidi, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya Juz 9, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal. 683.   
[7]Mahmud Syaltut, Op.cit, hal. 901.  
[8]Al-Maraghiy, Op.cit, hal. 284.  
[9]Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986), hal. 526. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar