Kamis, 16 Januari 2014

Tafsir

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF SURAT AL MAIDAH AYAT 82

I.              PENDAHULUAN
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama.
Dalam konteks hubungan dengan non-Muslim, Islam selain menetapkan persamaan dan keadilan sebagai dasar utamanya, juga menegaskan prinsip tolerasi yang tidak kalah pentingnya dengan prinsip persamaan dan keadilan.Allah selalu mengingatkan untuk menghormati hubungan yang berdasarkan persaudaraan kemanusiaan dan Allah melarang umat Islam melukai perasaan non-muslim, dengan mencela ajaran agama mereka.
Karena Allah telah memerintahkan untuk menjaga hubungan muslim dengan non muslim, tentu timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan ‘muslim’ maupun ‘non muslim’ dalam pandangan Islam. Orang Muslim adalah orang yang menerima, melakukan perintah Allah tanpa syarat dan orang yang mengikuti risalah Rasulullah dan meyakini akan kebenarannya.
Orang Non-muslim adalah orang yang tidak menganut agama Islam. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, tapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk kepercayaan dan variasi ritualnya.[1]Al Qur’an menyebutkan kelompok non muslim ini secara umum   dalam surat Al-Hajj ayat 17 :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi Keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama manusia tanpa beda seperti ditegaskan Rasulullah Saw dalam hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik:“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak berubah seperti  gigi. Kelebihan seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.
Maka dari kita harus menjaga hubungan  silahturahim antara Muslin dan non Muslim, saling memberikan balasan dalam urusan dunia. Di samping menyambung tali silahturahim yang baik merupakan pemikat sehingga orang kafir mau masuk Islam.

II.              RUMUSAN MASALAH
A.      Teks dan Terjemah
B.       Mufrodat
C.       Sabab Nuzul
D.      Munasabah
E.       Tafsir
F.        Hikmah dan Hukum

III.              PEMBAHASAN
A.      Teks dan Terjemah
 ¨byÉftGs9 £x©r& Ĩ$¨Y9$# Zourºytã tûïÏ%©#Ïj9 (#qãYtB#uä yŠqßguø9$# šúïÏ%©!$#ur (#qä.uŽõ°r& ( žcyÉftGs9ur Oßgt/tø%r& Zo¨Šuq¨B z`ƒÏ%©#Ïj9 (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$# (#þqä9$s% $¯RÎ) 3t»|ÁtR 4 šÏ9ºsŒ ¨br'Î/ óOßg÷YÏB šúüÅ¡Åb¡Ï% $ZR$t7÷dâur óOßg¯Rr&ur Ÿw tbrçŽÉ9ò6tGó¡tƒ ÇÑËÈ
Artinya: “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani". yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri.

B.       Mufrodat
العداوة       : kebencian yang tampak pada perkataan dan perbuatan
الموادة      : kecintaan yang tampak pada perkataan dan perbuatan
قسيسين                 : kata jamak dari قسس  yang artinya kepala agama yang ada di gereja, jadi قسيسين      artinya para pendeta
رهبا نا       : kata jamak dari راهب rahib,  yaitu orang yang mengasingkan diri di tempat-tempat peribadatan untuk beribadah.

C.      Sabab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa an-Najasyi mengirim tiga puluh orang sahabat terbaiknya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah membacakan surat Yasin kepada mereka, sehingga mereka menangis. Maka turunlah ayat ini ( Q.S. 5 al-Maidah: 82 ) yang menceritakan adanya kaum rahib dan pendeta Nasrani yang tidak sombong dan beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah. ( HR. Ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin Jubair)[2]

D.      Munasabah
Surat Al-Maidah ayat 82 menjelaskan tentang hubungan kaum Nasrani, Yahudi dan Muslim memiliki hubungan atau munasabah dengan sural al-Maidah ayat 83 yaitu:
#sŒÎ)ur (#qãèÏJy !$tB tAÌRé& n<Î) ÉAqߧ9$# #ts? óOßguZãŠôãr& âÙÏÿs? šÆÏB ÆìøB¤$!$# $£JÏB (#qèùztä z`ÏB Èd,ysø9$# ( tbqä9qà)tƒ !$uZ­/u $¨YtB#uä $uZö;çGø.$$sù yìtB tûïÏÎg»¤±9$# ÇÑÌÈ  
Artinya: “ dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).
Ayat ini menjelaskan lebih lanjut sikap orang-orang Nasrani yang diuraikan oleh ayat yang lalu. Kalau akhir ayat yang lalu menyatakan bahwa mereka tidak menyombongkan diri, maka hal itu disebabkan karena ketulusan jiwa serta kehalusan hati mereka. Dan sehingga apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasulullah, yaitu Al-Qur’an, engkau melihat mata mereka penuh dengan air mata, sehingga wadahnya tidak lagi dapat menampungnya dan akhirnya melimpah dengan air mata keharuan.

E.       Tafsir
 ¨byÉftGs9 £x©r& Ĩ$¨Y9$# Zourºytã tûïÏ%©#Ïj9 (#qãYtB#uä yŠqßguø9$# šúïÏ%©!$#ur (#qä.uŽõ°r& (
Penjelasan ayat ini berbentuk sumpah. Sungguh, wahai Rasul, kamu benar-benar akan mendapati orang paling keras permusuhannyaterhadap orang – orang yang membenarkan dan mengikutimu  serta apa yang kamu bawa kepada mereka, adalah orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin dari kalangan para penyembah berhala. Mereka menjadikannya sebagai Tuhan.Baik kaum Yahudi maupun kaum musyrikin, sama-sama mempunyai beberapa sifat dan akhlak yang membuat mereka sangat memusuhi kaum mukminin, seperti sombong, kasar, egois dan cinta kepada kehidupan yang material. Akan tetapi, kaum  musyrikin arab, berdasarkan kejahiliyahannya, lebih lembut hatinya daripada kaum Yahudi, lebih dermawan dan mengutamakan orang lain.
Allah menyebutkan kaum Yahudi lebih dahulu daripada kaum musyrikin untuk mengisyarakatkan bahwa kejelekan sifatnya melebihi kaum musyrikin Arab, di samping suka membunuh sebagian lainnya, bahkan mempunyai kebiasaan menghalalkan memakan harta  orang lain dengan cara batil.
Kalaupun bergabung bersama kaum Muslimin di Palestina, Syam dan Andalusi, itu tidak lain disebabkan mereka mencari kemaslahatan khusus di balik semua itu. Sebab, dengan demikian mereka bernaung di bawah keadilan kaum Muslimin dan merasa aman dari kepungan kaum Nasrani.
žcyÉftGs9ur Oßgt/tø%r& Zo¨Šuq¨B z`ƒÏ%©#Ïj9 (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$# (#þqä9$s% $¯RÎ) 3t»|ÁtR 4
Kemudian, sungguh kamu akan mendapati orang yang paling dekat kecintaanya kepada orang-orang yang membenarkan dan beriman kepadamu, adalah orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang Nasrani”. Nabi Saw, telah melihat sendiri bahwa kaum Nasrani Habasyah memberikan kecintaan yang sangat baik, yaitu dengan memberikan perlindungan kepada para Muhajirin yang diutus Rasulullah, karena dikhawatirkan kaum Musyrikin Makkah akan menganiaya mereka dengan penganiyaan yang berat untuk menganggu keberagamaan mereka.
Ketika Rasulullah, mengirim surat kepada para raja dan pemimpin bangsa, kaum Nasrani adalah kaum yang paling baik dalam memberikan jawaban. Heraclius, Raja Romawi, di Syam berusaha meyakinkan rakyatnya untuk menerima Islam.Namun, tidak bisa karena tradisi telah mendarah daging pada diri mereka.Sebab itu, dia cukup memberikan penolakan secara baik. Muqauqis, pembesar Kibti( kabilah yang paling cepat menerima Islam ) di Mesir, lebih baik penolakan dari pada Heraclius, kalaupun tidak dikatakan lebih cenderung untuk masuk Islam. Dia telah mengirimkan hadiah untuk rasulullah.Kemudian, ketika kaum muslimin berhasil menaklukkan Mesir dan Syam, dan para penduduknya mengetahui kelebihan Islam, dia langsung mendorong rakyatnya untuk masuk Islam secara berbondong-bondong.
Allah menerangkan sebab kaum Nasrani mencintai kaum Mu’minin :
šÏ9ºsŒ ¨br'Î/ óOßg÷YÏB šúüÅ¡Åb¡Ï% $ZR$t7÷dâur óOßg¯Rr&ur Ÿw tbrçŽÉ9ò6tGó¡tƒ                  
Kecintaan ini disebabkan di antara mereka teradapat para pendeta yang menyampaikan ajaran-ajaran keagamaan, memperbaiki akhlak dan mendidik mereka dengan berbagai etika dan keutaman. Para rahib juga sedang melatih mereka agar terbiasa berzuhud dan berpaling dari segala kesenangan dunia, serta menanamkan di dalam jiwa mereka rasa takut kepada Allah dan mengasingkan diri untuk beribadah.
Di samping itu, mereka tidak enggan untuk tunduk kepada kebenaran apabila ada sesuatu yang terlihat benar.Sebab, di antara keutamaan agama mereka adalah adanya sikap merendahkan diri dan taat kepada setiap perintah.Bahkan mereka diperintahkan untuk mencintai musuhnya, semua itu dapat berpengaruh terhadap mayoritas umat.Diketahui, bahwa kaum Nasrani menerima kekuasaan orang yang bertentangan dengan mereka, baik karena terpaksa maupun dengan sukarela.Berbeda dengan kaum Yahudi, apabila mereka nampak terpaksa harus rela, maka mereka segera membuat tipu daya.Hal ini disebabkan syari’at Yahudi telah melahirkan fanatisme-nasionalisme di dalam jiwa mereka.[3]Ditambah lagi bahwa masyarakat Nasrani memiliki perasaan halus, tenggang rasa, tidak seperti orang Yahudi yang menganggap diri mereka sebagai bangsa pilihan dan anak kesayangan Tuhan.
Kendati perbedaan antara ajaran Tauhid antara Islam dan Yahudi tidak semenonjol dan sebesar perbedaannya dengan ajaran Kristen, namun karena pada mereka terdapat factor iri hati serta kepentingan ekonomi maka kebencian mereka menjadi besar.Berbeda dengan kaum Nasrani, yang disamping tidak adanya persaingan ekonomi, juga karena para pemuka agama Nasrani berhasil mengajarkan nilai-nilai spiritual kepada para penganutnya.[4]
Dalam konteks hubungan dengan non-Muslim, Islam selain menetapkan persamaan dan keadilan sebagai dasar utamanya, juga menegaskan prinsip tolerasi yang tidak kalah pentingnya dengan prinsip persamaan dan keadilan.Allah selalu mengingatkan untuk menghormati hubungan yang berdasarkan persaudaraan kemanusiaan dan Allah melarang umat Islam melukai perasaan non-muslim, dengan mencela ajaran agama mereka.
Al-Qur’an menghimbau umat manusia yang berbeda latar belakangan ras, warna, bahasan dan agama agar hidup berdampingan dalam suasana penuh kedamaian dan toleransi. Bila terjadi pertikaian, perselisihan dan permusuhan karena sebab-sebab tertentu, petunjuk Allah kepada umat Islam agar bersikap toleransi, memaafkan, yang buruk dibalas dengan yang baik dan musuh bebuyut menjadi teman yang baik.
Prinsip inilah yang seharusnya yang dipakai umat Islam dalam bergaul dengan berbagai suku bangsa sesuai dengan firman Allah surat Fuhsilat 34-35 :
Ÿwur ÈqtGó¡n@ èpoY|¡ptø:$# Ÿwur èpy¥ÍhŠ¡¡9$# 4 ôìsù÷Š$# ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& #sŒÎ*sù Ï%©!$# y7uZ÷t/ ¼çmuZ÷t/ur ×ourºytã ¼çm¯Rr(x. ;Í<ur ÒOŠÏJym ÇÌÍÈ   $tBur !$yg9¤)n=ムžwÎ) tûïÏ%©!$# (#rçŽy9|¹ $tBur !$yg8¤)n=ムžwÎ) rèŒ >eáym 5OŠÏàtã ÇÌÎÈ  
Artinya: “dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia(34).  Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar (35).

Bahkan Al Qur’an tidak sekedar menghimbau umat Islam agar bersikap toleransi yang dianggap sebagai syarat mutlak bagi kehidupan yang damai, tetapi meminta komitmen mereka agar bersikap adil. Bukan dalam arti dapat menerima orang lain saja, tetapi harus menghormati budaya, kepercayaan dan distinksi peradabannya. Hal yang dimaksud firman Allah Swt surat Al-Mumtahanah ayat 8 :
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ  
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.

Ada tiga petunjuk Tuhan dalam ayat diatas, yaitu (1) Allah Swt tidak melarang bersikap toleransi dengan orang lain, (2)  Toleransi dengan orang tidak menyerang umat Islam dan dalam kehidupan yang damai, santun dan fair adalah keadilan itu sendiri, (3) penegasan bahwa siapa yang mengambil jalan toleransi ini memperoleh kasih sayang Allah. Dengan cara yang meyakinkan ini, pesan Allah Swt dengan gampang dan mudah dapat diterima jiwa manusia, sekaligus sosialisasi prinsip toleransi di kalangan masyarakat dapat dicapai dengan baik.
Ajaran toleransi ini sangat mendasar dalam Islam terutama bila terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan. Tapi kapan dan apapenyebab terjadinya perselihan atau konflik yang tidak jarang memunculkan sikap kebencian, permusuhan terhadap orang lain dan bertentangan dengan prinsip toleransi.
Selain itu, Allah juga menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa UtusanNya, nabi Muhammad hanya ditugaskan untuk menyebar-luaskan agama Islam, bukan untuk memaksa orang masuk Islam.,
Katakanlah : “Hai Ahli Kitab mari kembali kepada kalimat moderat yang sama-sama terdapat di kalangan kita, yaitu peribadatan hanya kepada Allah Swt, jangan mempersekutukannya. Jangan kita saling mematuhi halal atau  haram yang tidak ditetapkan Allah Swt. Kalau mereka enggan dengan himbauan yang benar, katakan kepada mereka: “Kami hanya patuh dan taat kepada ketentuan dari Allah Swt dan dedikasi kami hanya untuk ini, dan tidak untuk yang lainnya”.
Secara historis, terdapat sejumlah bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat menerapkan prinsip toleransi yang disebut Al Qur’an tadi dalam hubungan dengan kelompok non muslim. Antara lain adalah perjanjian-perjanjian yang dilakukan nabi Muhammad Saw  dengan kabilah Tughlub yang isinya membiarkan mereka menganut agama sendiri di luar Islam; perjanjian dengan masyarakat Nasrani di Najran dan Yahudi di beberapa kawasan sekitarnya yang intinya memberikan kebebasan beragama, melaksanakan ritual peribadatan dan mendirikan gereja dan sebagainya. Termasuk juga perjanjian dengan kaum musyrik Makkah waktu itu yang pada dasarnya menunjukkan sikap tolerasi yang luar biasa.
Sikap toleransi Rasulullah terhadap mantan musuh yang dahulunya memperlakukan Nabi secara tidak manusiawi, juga menjadi bukti sejarah atas komitmen untuk tetap dalam koridor prinsip toleransi yang ditetapkan Al-Qur’an. Ketika kota Mekkah ditaklukan dan Rasulullah memasuki kota tersebut sebagai pemimpin yang menang dalam peperangan, bertanya kepada kaum Quraisy: “Kira-kira tindakan apa yang akan aku lakukan kepada kalian?. Mereka menjawab: “Kebaikan, saudara kami atau anak saudara kami”. Rasulullah bersabda: “Silahkan pergi, kalian bebas. Kesalahan kalian dimaafkan.Mudah-mudahan Allah Swt memberi ampunan bagi kalian, karena Dia Maha Pengampun”.
Bahkan untuk menghormati hubungan yang berdasarkan persaudaraan kemanusiaan dan prinsip toleransi, Allah Swt melarang umat Islam melukai perasaan non-muslim, dengan mencela ajaran agama, meskipun animisme spt dimaksud dalam Al Qur’an dalam al-An’am, ayat 108:
ŸŸwur (#q7Ý¡n@ šúïÏ%©!$# tbqããôtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# (#q7Ý¡uŠsù ©!$# #Jrôtã ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ 3 y7Ï9ºxx. $¨Y­ƒy Èe@ä3Ï9 >p¨Bé& óOßgn=uHxå §NèO 4n<Î) NÍkÍh5u óOßgãèÅ_ó£D Oßgã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÉÑÈ  
Artinya: dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
Sejalan dengan itu, Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa istilah ‘kafir’ dan ‘musyrik’ sudah waktunya diganti dengan sebutan ‘non-muslim’, sehingga dengan persaudaraan kemanusian tercipta perdamaian abadi di kalangan umat beragama.

F.       Hikmah dan Hukum
1.         Hikmah
-          Hubungan persaudaraan kemanusian berjalan dengan baik dan terciptanya perdamaian di kalangan umat beragama.
-          Bisa menghargai ideology orang lain dalam beragama.
-          Saling toleransi antar sesama agama.
-          Menciptakan tali silaturrahim antar umat beragama.

2.         Hukum
-          Allah mengajurkan untuk mencintai dan menyayangi sesama Muslim dan non Muslim.
-          Allah mewajibkan kepada kaum Mu’minin supaya menjaga hubungan kepada kaum Muslim dan  non muslim
-          Mewajibkan memberikan kesaksian dan keputusan hukum dengan adil, serta memberikan kesamaan antara kaum muslimin dengan bukan muslimin, dan antara musuh dengan kawan.
-          Tidak boleh menikah beda agama dan tidak boleh menyembah selain Allah.

IV.              ANALISIS
Setelah kita mempelajari tentang ayat-ayat yang menerangkan tentang hubungan orang Muslim dan non Muslim dan bahwasannya ayat-ayat tersebut betapa pentingnya untuk diketahui orang Muslim, karena dengan adanya berbagai penjelasan tentang hubungan dan hak-hak orang muslim dan non muslim akan terwujudnya hubungan yang baik, saling menghargai sesama manusia walaupun beda agama, terciptanya perdamaian, toleransi dan lingkungan yang harmonis.

V.              KESIMPULAN
Orang Muslim adalah orang yang menerima, melakukan perintah Allah tanpa syarat dan orang yang mengikuti risalah Rasulullah dan meyakini akan kebenarannya. Orang Non-muslim adalah orang yang tidak menganut agama Islam.Tentu  saja maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, tapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk kepercayaan dan variasi ritualnya. Surat Al-Maidah ayat 82 menjelaskan tentang hubungan kaum Nasrani, Yahudi, dan Muslim atau muslim dengan non Muslim.
Dalam konteks hubungan dengan non-Muslim, Islam selain menetapkan persamaan dan keadilan sebagai dasar  utamanya,  juga menegaskan prinsip tolerasi yang tidak kalah pentingnya dengan prinsip persamaan dan keadilan.Allah selalu mengingatkan untuk menghormati hubungan yang berdasarkan persaudaraan kemanusiaan dan Allah melarang umat Islam melukai perasaan non-muslim, dengan mencela ajaran agama mereka.


VI.              PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampikan. Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah yang telah pemakalah buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu pemakalah mengharapkan masukan dari semua pihak yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Amin....






[1]Masri Elmahsyar Bidin, Prinsip hubungan Muslim dan non Muslim dalam pandangan Islam, (Jakarta: Jurnal, 2006) hlm. 1-2.

[2]Qomaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000),  hlm. 204.
[3]Ah. Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1992),  hlm. 5-7.
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 180

Tidak ada komentar:

Posting Komentar